Metode Living Qur’an

Resepsi sosial terhadap al-Qur’an dapat kita temui dalam kehidupan sehari-hari, seperti tradisi bacaan surat atau ayat tertentu pada acara atau ceremoni sosial keagamaan tertentu. Teks al-Qur’an yang “hidup” di masyarakat itulah yang disebut dengan The Living Qur’an dan yang dibidik dalam kajian Living Qur’an adalah fenomena tempat al-Qur’an “hidup” dalam masyarakat. Apa itu fenomena? Yezdullah Kazmi dalam The Qur’an as Event and Phenomenon menjelaskan bahwa event adalah sesuatu yang terjadi sekali dalam sejarah dan tidak akan berulang kembali.

Terdapat juga pendapat para peneliti lain yang diantaranya oleh M. Ofik Taufikur Rohman Firdaus. Yang menjelaskan bahwa prosesi mujahadah dilaksanakan pada Senin malam Selasa setelah sholat maghrib. Mujahadah dimulai dengan memanjatkan tawaṣul sebagai berikut: Membaca haḍoroh kepada Rasūlullāh SAW dan keluarganya, Sulṭanul Auliya Syēkh Muhyiddin Abdul Qodir al-Jailani, waliyullāh Syēkh Abdul Raḥīm, waliyullāh Syēkh Abdul Jalil, waliyullāh Syēkh Abdul Karim, waliyullāh Syēkh Abdul Rosyid, kepada seluruh para nabi, para auliya, para ulama, para syuhada, para sholihin, seluruh mukminin mukminat, muslimin muslimat, khususnya untuk al-Maghfurlah K.H. Khuḍori, Membaca al-Qur’an 1 Juz, Membaca ayat kursi 7 kali, Membaca penggalan ayat Walāyaūduhu ḥifẓuhumā wa huwa al-’aliyu al-‘aẓīm sebanyak 49 kali, Membaca yā ḥayyu ya qoyyūmu lāilāhailā anta sebanyak 41 kali, Membaca yā fatāḥu yā ‘alīmu sebanyak 313 kali, Membaca kalimat istighfar sebanyak 100 kali, Membaca kalimat tahlil sebanyak 100 kali, Membaca sholawat nariyah sebanyak 12 kali, Membaca do’a dan penutup.

Pembacaan Mujahadah dengan tujuan Sebagai berikut: Sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT sehingga tercipta ketenangan dalam kehidupannya, Melatih diri untuk memerangi hawa nafsu yang mendorong diri melakukan hal-hal yang bertentangan dengan syari’at Islam, Menumbuhkan rasa tawakal atau kepasrahan kepada Allah atas segala usaha yang telah dilakukan, Sarana untuk membersihkan diri dari segala penyakit, Bentuk rasa syukur atas limpahan nikmat yang telah Allah SWT berikan, Melatih diri dan para santri untuk membiasakan membaca al-Qur’an secara rutin, Sebagai umat muslim, sudah menjadi keharusan membaca, mengkaji, serta mengamalkan kandungan al-Qur’an dalam kesehariannya.

Kedua, menurut Mulyadi tahun 2017 tentang “Pembacaan Ayat-Ayat Al-Qur’an Dalam Rutinan Rātib Al-‘Aṭṭās” (Studi Living Qur’an di Lembaga Pendidikan Ṭāriq Al-Jannah Kel. Muja-Muju , Kec. Umbul Harjo, Kotamadya Yogyakarta, D.I.Y)”, yang mengatakan bahwa penggunaan ayat-ayat al-Qur’an dalam Rātib Al-‘Aṭṭās adalah praktik pembacaan ayat-ayat al-Qur’an tertentu yang terdapat dalam Rātib Al-‘Aṭṭās dan dilaksanakan setiap satu minggu sekali secara berjamaah di kediaman Kiai Faizin setiap malam Jum’at ba’da sholat Isya oleh Kiai Faizin bersama santri MDT Ṭariq Al-Jannah. Penggunaan ayat-ayat al-Qur’an dalam rutinan Rātib Al-‘Aṭṭās diantaranya yaitu sūrah al-Fātihah, pembacaan potongan ayat al-Qur’an berupa surāh al-Ḥasyr ayat 21-24, sūrah al-Baqarah ayat 287, sūrah Ali ‘Imrān ayat 173, lafadz Bismillāhi al-raḥmāni al-raḥīmi, lafadz Lā ḥaulā wā lā quwwātā illa billāhi al-‘aliyi al-‘adzīm, lafadz Lā ilāha ilāllah, dan beberapa lafadz asmāul ḥusna diantaranya yā laṭīf, yā‘alīm, yā kabīr.

Ketiga, oleh Usrifah tahun 2007 tentang “Aktivitas Jam’iyah Rātib Al-‘Aṭṭās di Desa Moga Kecamatan Moga Kabupaten Pemalang”, yang menjelaskan bahwa penulis mengkaji lebih seksama lagi dan menyelidiki sebab-sebab lain yang menjadikan berdirinya Jamiyah Rātib Al-‘Aṭṭās di Desa Moga hingga dapat bertahan sampai sekarang.

Keempat, oleh Muhammad Naufal tahun 2011 tentang “Pengaruh Dzikir terhadap kesehatan Perspektif Ḥadits (Studi Kasus Pengaruh Dzikir Rātib Al-‘Aṭṭās di Majelis Ta’lim Wa al-Aurad al-Ḥusaini, Lemahabang, Cikarang Utara, Kab. Bekasi)”, yang menjelaskan seberapa besar dampak dari mengikuti dzikir Rātib Al-‘Aṭṭās tersebut, Apakah aplikasi ḥadits yang disampaikan oleh para pengajar dalam Majelis Ta’lim Wa al-Aurad al-Ḥusaini berjalan dengan baik dalam kehidupan para pelaku dzikir tersebut, Dan apakah dampak berdzikir Rātib Al-‘Aṭṭās dapat membina kesehatan mental para pelakunya.

Kajian di atas adalah sama-sama tentang Living Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Namun memiliki fokus yang berbeda-beda, secara konteks kajian-kajian di atas adalah sama-sama memiliki satu tujuan yaitu meneliti tentang penghidupan al-Qur’an.

Jadi, relevansinya dengan pembahasan dalam buku ini adalah bagaimana cara manusia memaknai al-Qur’an itu sendiri dan bagaimana cara mengamalkannya. Letak perbedaannya adalah pada fokusnya, Dari karya-karya tersebut dapat diambil perbedaan yaitu karya-karya diatas membahas tentang bagaimana pembacaan ayat-ayat al-Qur’an sebagai wirid, pembacaan ayat-ayat al-Qur’an dalam rutinan Rātib Al-‘Aṭṭās, aktivitas dari Jam’iyah Rātib Al-‘Aṭṭās, dampak atau pengaruh dari dzikir Rātib Al-‘Aṭṭās dalam membina kesehatan mental pelaku.

Sehingga penulis dalam buku ini akan memaparkan tentang Tradisi Mujahadah Pembacaan Dzikir Rātib Al-‘Aṭṭās di Pondok Pesantren Raudlatul Banat Babakan Ciwaringin Cirebon dengan menekankan pada pelaksanaan, makna, dan Transformasi pelaku dalam Tradisi Mujahadah Pembacaan Dzikir Rātib Al-‘Aṭṭās.


Penulis: Wati Herningsih S.Ag

Related Posts