19 Bukti Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Diserahkan Oleh KPU Jakarta Barat

ASAPENA.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jakarta Barat menyerahkan 19 bukti pelanggaran kode etik kepada Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP). Temuan itu diperoleh dari laporan dugaan pelanggaran kode etik pada penerimaan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menurut pengaduan warga setempat.

Cucum Sumardi Ketua KPU Jakbar menyampaikan,“19 alat bukti kita sampaikan, termasuk bukti kelulusan karena tuntutannya tes CAT yang tidak disampaikan nilainya, padahal kita sampaikan nilainya di website dan pengumuman,” Jakarta, Selasa.

Selain temuan laporan tersebut, Cucum juga menyoroti pelapor atas nama Ign Ditok Gagah Trijaya menggunakan dasar Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pembentukan dan Tata Kerja Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dalam Penyelenggaraan Pemilu.

Dalam temuan laporan, pelapor berdalih tidak ada persyaratan anggota PPK harus menjadi bagian dari tokoh masyarakat dan menguasai teknologi.

Dalam kenyataanya Pemerintah sudah mencabut Peraturan KPU dan lebih mengacu kepada peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 serta Surat Edaran KPU nomor 476.

Cucum juga menyampaikan,“Dalam surat edaran KPU Nomor 476 dicantumkan syarat menguasai teknologi informasi, tokoh masyarakat, dan keterlibatan perempuan”.

Cucum Ketua KPU Jakarta Barat beserta pihaknya menyerahkan seluruh keputusan kepada DKPP. Ia menyatakan akan mengikuti keputusan DKPP setelah pemberian bukti itu diserahkan.

Ign Ditok Gagah Trijaya selaku peserta PPK sebelumnya telah melaporkan KPU Jakarta Barat ke DKPP karena diduga melakukan pelanggaran kode etik pemilihan petugas PPK.

Beberapa poin yang diadukan Ditok adalah pemberitahuan tes computer yang hanya melalui Whatsapp (WA) dan pengumuman kelulusan tes tanpa adanya pemberitahuan nilai.

Pelanggaran dalam seleksi Panitia Pemilihan Kecamatan ini tentunya tidak hanya terjadi di satu daerah tetapi dibeberapa daerah juga mengalami kejadian tersebut. Pelanggaran terjadi biasanya saat tahapan perekrutan PPK baik tes CAT yang tidak diberitahukan nilainya hingga nilai wawancara peserta PPK yang tidak diumumkan nilainya.

Hal ini seharusnya menjadi perhatian penting bagi Pemerintah terutama KPU Pusat agar lebih terbuka dan jujur dalam menyeleksi petugas PPK. Perekrutan PPK seharusnya dinilai dari segi kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peserta yang mendaftar PPK.

Tak hanya itu, KPU juga bisa memberikan kesempatan bagi yang belum memiliki pengalaman mengenai Panitia Pemilu dan yang tertarik untuk menjadi petugas PPK. Dengan memberikan kesempatan kepada yang belum berpengalaman membuat masyarakat luas menjadi percaya bahwa perekrutan PPK itu dilaksanakan secara adil tanpa memihak orang yang berkompeten saja.

Mungkin prosentase pemilihan petugas PPK bisa dipilih dimana 70 persen orang yang berpengalaman dan berkompeten dan 30 persen adalah peserta yang baru pernah mengikuti PPK.

Saat seleksi petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dilakukan dengan mengedepankan keadilan dan kejujuran, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU lebih meningkat. Kecurigaan dan keresahan masyarakat terhadap perekrutan panitia PPK nantinya akan berkurang.

Pemilu 2024 ini nantinya menjadi Pesta Politik Indonesia yang seharusnya semua elemen masyarakat bisa merasakan. Masyarakat hanya membutuhkan kejujuran dari Pemerintahan RI dan KPU Pusat agar bisa menyelenggarakan pemilu dengan jujur.

Tak hanya itu, masyakat juga berharap adanya Pemilu yang akan diselenggarakan 2024 nanti bisa terpilih pemimpin Indonesia yang bisa mensejahterakan masyarakat.

Masyarakat Indonesia juga berharap adanya kecurangan atau pelanggaran kode etik ini bisa menjadi evaluasi dan pembelajaran KPU agar nantinya tidak ada lagi temuan laporan pelanggaran kode etik dalam perekrutan petugas PPK.

Related Posts