ASAPENA – Baru-baru ini, Pemerintah melarang keras adanya impor baju bekas. Maraknya penjualan baju impor bekas, atau yang dikenal dengan istilah thrifting ini, dinilai menyuburkan aksi penyelundupan sekaligus juga mematikan UMKM dalam negeri.
Tak hanya soal ekonomi saja. Thrifting ini juga rupanya membawa dampak negatif bagi kesehatan. Dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan, pakaian thrifting mengandung jamur kapang, dan beberapa bakteri serta virus lainnya.
Seperti disampaikan oleh seorang teknisi laboratorium patologi klinik Universitas Muhammadiyah Surabaya, Lihabi. Ada tiga bahaya bakteri jika menempel pada tubuh manusia.
Pertama, adalah bakteri Stapylococcus Aureus. Ini adalah tipe bakteri yang bisa menempel pada pakaian kotor. Serta mampu menyebar ke pakaian lain. Ini adalah bakteri yang berbahaya dan bisa menyebabkan infeksi kulit bahkan juga meracuni makanan.
Proses penyebaran bakteri ini, adalah pada aktivitas sehari-hari. Serta kerap tidak disadari oleh manusia. Jika dikorelasikan dengan baju bekas, pada dasarnya pembeli tidak tahu mengenai asal usul baju tersebut.
Maka, ada kemungkinan sudah berganti pada beberapa orang. Dan akhirnya, ini menjadi tempat hidup bakteri Staphylococcus Aureus.
Bahaya yang kedua, adalah bakteri Scherichia Coli. Ini adalah jenis bakteri yang sama seperti bakteri lainnya. Namun bentuk bakteri ini tidak kasat mata. Bahkan bakteri jenis ini hanya bisa dilihat menggunakan mikroskop.
Bakteri E coli ini berasal dari usus, baik itu usus manusia pun juga usus hewan yang berdarah panas.
Kemudian yang ketiga, adalah jamur kapang. Jamur kapang ini terdapat pada pakaian bekas yang disebabkan oleh udara yang lembab serta kurangnya aliran udara.
Ciri-ciri jamur ini adalah berwarna putih. Terkadang, berwarna hitam kehijauan. Juga beraroma khas seperti bau apak serta bau tanah.
Jamur kapang ini biasa berada di permukaan pakaian dan bisa dilihat tanpa bantuan alat. Jamur ini mengakibatkan berbagai penyakit. Seperti, gatal-gatal dan juga alergi pada kulit, efek beracun iritasi, bahkan sampai pada infeksi. Sebab, pakaian bekas tersebut langsung melekat pada tubuh.
Tentu, jamur ini adalah jamur yang beracun dan berbahaya bagi kesehatan. Bahayanya lagi adalah, jamur ini tidak bisa hilang meski pakaian sudah dicuci berkali-kali maupun direndam dengan air panas.
Sebetulnya, pada pakaian bekas telah dilakukan penelitian. Yaitu pada 800 pakaian bekas dengan rincian 400 pakaian bekas dicuci dan 400 lainnya tidak dicuci. Penelitian ini dilakukan di Iran pada 2018 sampai 2019.
Lalu hasilnya adalah, sebanyak 22 pakaian atau 2,7 persen positif mengandung parasit dan kontaminasi ektoparasit. Parasit yang dimaksud seperti telur Enterobius, Pediculus spp, dan Sarcoptes scabiei ditemukan pada pakaian yang tidak dicuci.
Ektoparasit pada pakaian bekas yang tidak dicuci, ini dapat menyebabkan beberapa reaksi pada kulit. Seperti, pedikulosis, kudis, reaksi alergi yang parah, hipersensitivitas, dan dermatitis.
Sedangkan pakaian bekas yang terkontaminasi Pediculus spp, itu tidak hanya memindahkan kutu ke inangnya saja, tetapi juga penyakit. Seperti demam kambuhan dan tifus epidemik.
Sementera, Sarcoptes scabie atau tungau berkaki delapan, ini yang kemudian bisa menggali ke dalam kulit inang sehingga menyebabkan rasa gatal dan lecet yang hebat. (lis)