Larangan Bisnis Thrifting, Untungkan Industri Kita atau China?

ASAPENA – Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM cukup tegas menanggapi maraknya bisnis pakaian bekas impor atau thrifting. Sebab bisnis yang semakin marak di Indonesia itu, dikhawatirkan bakal menghancurkan industri pakaian dan alas kaki nasiona. Bahkan ribuan pekerja terancam kehilangan pekerjaannya, jika thrifting terus dibiarkan merajalela.

Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menuturkan, ada sekitar satu juta lebih pekerja yang menggantungkan hidupnya melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di bidang tekstil. Maraknya bisnis thrifting tersebut, berpotensi membuat UMKM gulung tikar.

“Akan ada banyak orang kehilangan pekerjaan jika sektor ini terganggu,” kata Teten, Senin (20/3/2023).

Teten menyebutkan, pada 2022 pekerja di bidang pakaian dan alas kaki nasional jumlahnya mencapai mencapai 591.390 orang dengan serapan tenaga kerja mencai 1,09 juta orang.

Sedangkan data dari Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, bisnis ilegal thrifting jumlahnya masih cukup banyak. Tentun hal tersebut sangan mengkhawatirkan.

Teten merinci, berdasarkan data Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Entikong ada 82 penindakan terkait bisnis thrifting. Kemudian dari Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai Batam, sejak 2019 hingga Desember 2022 sudah 231 penindakan impor ilegal pakaian bekas.

Sedangkan di KPPBC Sintete 58 penindakan, KPPBC Tanjung Pinang 52 penindakan, KPPBC Tanjung Priok 78 penindakan, KPPBC Teluk Nibung 33 penindakan, KPPBC Tanjung Balai Karimun 32 penindakan, KPPBC Atambua 23 penindakan, serta KPPBC Ngurah Rai 25 penindakan impor ilegal pakaian bekas.

Jika tak segera diatasi, lanjut Teten, maka bisnis ilegal tersebut bisa dengan mudah menggerus para UMKM yang berkecimpung di bisnis tekstil tersebut.

Disamping itu, bisnis thrifting juga mengganggu pendapatan negara. Sebab, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri pengolahan pada tahun 2022, menyumbang 18,34 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Dari kontribusi tersebut, maka industri pengolahan TPT cukup berkontribusi menyumbang pendapatan negara, yakni mencapai Rp201,46 triliun atau 5,61 persen PDB.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melarang bisnis pakaian bekas impor dan meminta lembaga terkait melakukan penelusuran.

“Sudah saya perintahkan betul untuk menelusuri itu. Itu sudah banyak yang ketemu. Yang namanya impor pakaian bekas, itu sangat mengganggu industri tekstil kita,” ujar Jokowi, Rabu (15/3/2023).

Namun pernyataan orang nomor satu di Indonesia itu dibantah oleh politisi dari PDI Perjuangan, Adian Napitupulu. Adian mengaku heran atas kebijakan yang tidak masuk akal tersebut.

Adian mengaku dirinya juga pecinta barang thrifting. Bahkan sejumlah pakaian yang digunakan untuk bekerja, merupakan pakaian bekas yang dibelinya di Gedebage.

“Jas yang gue pakai saat pelantikan anggota DPR saja dibeli di Gedebage. Kalau misalnya ada masalah pajak, ya tinggal tagih saja,” kata Adian.

Menurutnya jika bisnis thrifting tersebut mengancam industri kecil di Indonesia, maka yang harusnya dibenahi adalah pembinaan UMKM tersebut.

“UMKM bina dong. Pemerintah sejauh ini sudah maksimal belum?” kata dia.

Adian menilai, Presiden Jokowi seharusnya bisa berbenah diri. Menurutnya, yang harus dibenahi adalah Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Menteri UMKM Teten Masduki. Karena kinerja mereka dinilai belum maksimal dan justru menjadikan bisnis thrifting sebagai kambing hitam.

Adian bahkan mencurigai, larangan impor baju bekas itu mempunyai maksud lain. Ia menduga Pemerintah bakal memuluskan jalan impor pakaian jadi dari China ke Tanah Air.

“Siapa sebenarnya yang Mendag dan Menkop UMKM bela? UMKM Indonesia atau malah industri pakaian jadi dari China? Ayo kita sama-sama jujur,” ungkapnya.

Dugaan yang dilontarkan Adian bukan hanya omong kosong belaka. Sebab faktanya impor pakaian jadi dari China telah menguasai 80 persen pasar Indonesia. Data tersebut, Adian dapatkan dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia. (adm)

Related Posts