Gubernur Bank Indonesia Perry Lukito (foto departemen komunikasi BI)
ASAPENA– Ancaman resesi ekonomi global semakin nyata. Perlambatan perekonomian terus berdampak luas. Bahkan, yang terjadi sekarang ini, perlambatan ekonomi tersebut lebih tajam dibanding prediksi tingkat inflasi tinggi.
Demikian disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wajiyo. Dia menyebut ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh. Diantaranya, outlook perekonomian yang terimbas krisis biaya hidup.
Selain itu juga karena pengetatan sektor keuangan di sebagian besar kawasan, perang berkepanjangan antara Rusia dengan Ukraina yang belum kelihatan ujungnya. “Dampak pandemi Covid-19 juga masih membebani,” kata Perry seperti dikutip pada Minggu (16/10/2022)
Saat ini, Perry mengatakan, setidaknya ada tiga strategi yang disiapkan Bank Indonesia menghadapi resesi ekonomi dunia tahun 2024.
Perry menandaskan, harus disadari bila ancaman resesi ekonomi global itu tidak dapat lagi direspons dengansatu instrumen kebijakan.
Perlu pengembangan kerangka Integrated Policy Framework (IPF) IMF bersama dengan kerangka Macro-financial Stability Frameworks (MFSF) BIS.
Di sisi ini, menurut Perry, Indonesia telah mmelakukan implementasi bauran kebijakan moneter, fiskal, stabilitas nilai tukar, dan makroprudensial.
Yang kedua ialah digitalisasi keuangan yang tak bisa ditawar lagi. Pengembangan digitalisasi keuangan pun terus terjadi dan semakin meluas.
Perry meyakinkan jija Bank Indonesia telah mengembangkan digitalisasi sistem pembayaran. Beberapa yang telah dikerjakan yaitu kesepakatan cross-border payment antara Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina. “Ada juga peluncuran Quick Response (QR) Code, dan Bank Indonesia Fast Payment (BI-FAST),” tutur Perry.
Ketiga adalah penguatan jaring pengaman keuangan global. Hal itu bermanfaat untuk meningkatkan kapasitas pembiayaan dalam rangka membantu negara yang membutuhkan melalui reformasi kuota di IMF.
Seperti diketahui, IMF telah mengeluarkan beberapa rekomendasi respons kebijakan kepada negara anggota untuk menghadapi resesi ekonomi tahun 2023.
Rekomendasi yang dikeluarkan, ialah kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas harga dan menjangkar inflasi ke depan.
IMF pun menyarankan untuk memberi prioritas pada kebijakan fiskal. Hal itu penting untuk melindungi kelompok vulnerable melalui bantuan jangka pendek. Targetnya untuk mengurangi beban biaya hidup.
Lebih jauh lagi, Peryy memaparkan, ada keterbatasan likuiditas di sektor keuangan, Maka, kebijakan makroprudensial perlu dilakukan untuk menjaga terjadinya risiko sistemik.
Perbaikan reformasi struktural pun harus cepat ditingkatkan. Langkah itu supaya produktivitas dan kapasitas ekonomi dapat meringankan hambatan pasokan. Sekaligus mendukung kebijakan moneter dalam mengatasi inflasi.
Perry menilai, kebijakan mempercepat transisi green energi dapat bermanfaat untuk keamanan energi dalam jangka panjang. Tentu pun berimbas positif karena bisamengurangi biaya makroekonomi dari perubahan iklim. “Kerja sama multilateral pun perlu agar fragmentasi global tak terjadi,” tandasnya. (nia)