ASAPENA – Kabar baik bagi para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Khusunya bagi yang memiliki pinjaman atau kredit macet. Sebab himpunan bank milik negara (Himbara) telah mendukung kebijakan pemerintah untuk memberikan keringanan bagi UMKM dengan melakukan penghapusan kredit macet. Kebijakan tersebut sesuai dengan amanat undang-undang (UU) Pengembangan dan Penguatan Sektor Perbankan (UU P2SK).
Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki menuturkan, sejumlah bank pemerintah telah menyepakati dan memberikan dukungan untuk menghapus tagih kredit macet bagi pelaku UMKM. Salah satunya adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. atau BRI.
Kebijakan tersebut sejalan dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Dalam Pasal 250 dan Pasal 25 UU PPSK, mengatur penghapusbukuan kredit macet serta mendukung akses pembiayaan UMKM.
“Kami bersama Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan aparat penegak hukum akan menyamakan persepsi dan mengusulkan regulasi,” kata Teten dalam keterangan resmi, Kamis (30/3/2023) lalu.
Sementara itu, Corporate Secretary BRI, Aestika Oryza Gunarto mengatakan, BRI mendukung penuh upaya pemerintah memberdayakan UMKM. Maka dari itu, BRI juga mendukung implementasi UUP2SK.
“BRI mendukung penuh segala kebijakan yang berdampak positif terhadap pemberdayaan UMKM,” ujarnya, Minggu (2/4/2023).
Aestika menilai, UU P2SK harus diselaraskan dengan Peraturan OJK (POJK 40) tentang kolektibilitas kredit atau Penilaian Kualitas Aset Bank Umum. Adapun mekanismenya, ada kemungkinan akan sama dengan yang sudah ada saat ini, seperti hapus tagih bencana.
Meskipun demikian, Aestika menilai kebijakan tersebut harus didasari dengan payung hukum atau regulasi. Seperti Peraturan Presiden (Perpres) atau lainnya dalam implementasi amanat hapus tagih kredit macet UMKM tersebut.
Berdasarkan data pemerintah, ada sebesar 69,5 persen UMKM yang tidak bisa mengakses pinjaman di perbankan karena masih memiliki hutang yang belum dibayarkan. Padahal sebetulnya UMKM tersebut masih sangat membutuhkan kucuran pinjaman untuk tambahan modal dan pengembangan usaha mereka.
“Jika dilihat potensinya mencapai Rp1.605 triliun untuk kebutuhan kredit bagi para pelaku UMKM,” tuturnya beberapa waktu lalu.
Jika kebutuhan pinjaman tersebut bisa terpenuhi, kata dia, maka rasio kredit UMKM akan meningkat hingga 45,75 persen. Menurutnya, penghapusan tagihan kredit macet UMKM yang sudah dihapusbukukan juga tidak akan mempengaruhi kesehatan perbankan itu sendiri, karena sudah dikeluarkan dari neraca.
Disamping itu, kebijakan pemerintah tersebut juga bisa menjadi angin segar bagi para pelaku usaha yang ingin berusaha bangkit dari keterpurukan pasca pandemi. Sebab kendala terbesar bagi UMKM selama ini, menurutnya adalah faktor pembiayaan atau modal. (adm)