ASAPENA – Kala sukacita menyambut Hari Raya Idul Fitri 1444 yang kurang beberapa hari lagi, PJ Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, mengimbau agar masyarakat ketika kembali ke ibukota tidak membawa sanak saudaranya.
Hal itu tentu bukan tanpa alasan. Magis dan daya tarik Jakarta, seolah tidak pernah luntur. Ibukota masih menjadi destinasi primadona, banyak masyarakat daerah untuk mencoba peruntungan di tanah rantau.
Soal itu Heru Budi Hartono punya pertimbangan tersendiri. Melihat data di lapangan saat ini, Jakarta termasuk salah satu daerah dengan jumlah penduduk terpadat. Dengan jumlah penduduk sekitar 11,7 juta jiwa.
Tren membawa sanak saudara ketika kembali ke tanah rantau memang sudah menjadi, persoalan klasik. Migrasi masyarakat dari daerah ke ibukota, punya motivasi tersendiri. Yang paling mencolok, adalah ingin memperbaiki nasib dan juga taraf hidup.
Pertambahan penduduk itu ia nilai, bisa memberikan dampak yang signifikan. Terutama pada beban APBD yang semakin bertambah.
Dengan semakin padat jumlah penduduk, berarti akan semakin banyak masyarakat yang harus dilayani. Sedangkan pertambahan atau pembangunan fasilitas yang dimiliki, tidak berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk yang kian bongsor.
Yang begitu, ia sudah punya contoh nyatanya. Untuk sektor pelayanan kesehatan, ada salah satu rumah sakit yang justru lebih banyak melayani pendatang. Jika tidak ada kontrol, kondisi tersebut tentu akan berimbas pada beban APBD yang semakin besar.
Terlebih untuk menjalankan sebuah unit layanan kesehatan seperti rumah sakit daerah perlu biaya yang tidak sedikit. Dan biaya tersebut sangat tergantung, pada ketersediaan kas daerah.
Bukan hanya itu, dengan pertambahan penduduk yang terus tumbuh subur dikhawatirkan akan berdampak pada penanganan masyarakat miskin. Jumlah bantuan dan fasilitas untuk pelayanan masyarakat juga harus ditambah menyesuaikan dengan jumlah penduduk. Yang mana akan menjadikan pengeluaran daerah semakin membengkak.
Menurutnya, masyarakat masih diperkenankan untuk datang ke Ibukota membawa saudaranya. Namun, dengan satu catatan. Sudah mempunyai pekerjaan dan juga skill yang mumpuni.
Bagi yang memang punya pekerjaan dan memang bertugas di wilayah DKI Jakarta, ia tekankan, diperbolehkan untuk ke Jakarta.
Untuk itu, pihaknya meminta agar ketika mulai arus balik dilakukan pengawasan dengan berkolaborasi bersama dinas terkait. Himbauan tidak membawa sanak saudara ketika kembali ke Jakarta, juga diminta agar disosialiasikan kepada seluruh masyarakat.
Heru juga menekankan, agar peran Ketua RT dan RW bisa lebih aktif lagi dalam memantau warganya selepas arus balik. Ini dilakukan sebagai salah satu, kontrol apakah himbauan pemerintah ini ditaati atau tidak.
Pendataan keluar masuknya penduduk menurutnya, sangat penting dilakukan. Karena basis data tersebut akan dijadikan patokan dalam pemberian berbagai bantuan jaring pengaman sosial dari pemerintah.
Lebih jauh, persoalan tersebut akan ia tindaklanjuti dengan pembahasan lebih komprehensif dengan melibatkan TNI dan Polri.
Meski ibukota nantinya akan berpindah ke Kalimantan, nyatanya Jakarta dinilai masih diyakini banyak orang bisa memberikan kesuksesan dengan merantau di Jakarta. Sebelum berangkat ke Jakarta, pastikan terlebih dahulu mempunyai keterampilan dan attitude yang baik. Karena di tanah rantau nantinya akan sangat banyak bertemu dan bersaing dengan banyak orang.
Jika tidak ada nilai tambah, dalam diri kita bisa dipastikan tidak akan bisa bertahan lama di tanah rantau. Bahkan di Jakarta sekalipun, yang terkenal lebih kejam dibandingkan dengan ibu tiri.