ASAPENA – Semester I Tahun 2023, situasi ekonomi di Indonesia terpantau cukup tangguh guna menghadapi ancaman resesi yang digaungkan bakal melanda seluruh dunia. Secara fundamental sisi makro dan keuangan Indonesia cukup baik.
Peningkatan permintaan domestik dan ekspor memperkuat pertumbuhan ekonomi di Tanah Air. Daya beli dan tingkat konsumsi rumah tangga diproyeksikan juga semakin kuat. Sejalan dengan mobilitas di seluruh wilayah yang juga terjadi peningkatan pasca pandemi Covid-19.
Nilai investasi juga semakin baik ditopang dengan penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) dan juga adanya aliran investasi asing dari Penanaman Modal Asing (PMA). Perbaikan ekspor turut mempengaruhi peningkatan permintaan domestik.
“Ekspor barang dan jasa diprediksi lebih tinggi dari sebelumnya seiring perbaikan prospek ekonomi global,” ungkap Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, Jumat (17/3/2023).
Ekspor nonmigas Indonesia hingga Februari 2023, kata Perry, tumbuh tinggi pada ekspor sektor batu bara, CPO dan bijih logam yang dikirim ke Tiongkok.
Prospek ekspor di wilayah Kalimantan, Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), dan Sumatera didukung akan lebih tinggi. Disamping itu, tingkat kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara juga diperkirakan bakal meningkat.
“Melihat perkembangan dan situasi saat ini, diperkirakan pertumbuhan ekonomi kita ada kenaikan 4,5 – 5,3 persen,” terangnya.
Perry melanjutkan, ketidakpastian pasar keuangan global terhadap nilai tukar rupiah juga telah diantisipasi dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah yang terus diperkuat guna mengendalikan inflasi barang impor.
Sejauh ini, lanjut Perry, nilai tukar rupiah cukup terjaga sejalan dengan langkah stabilisasi yang dilakukan pihaknya. Meski pada 15 Maret 2023, nilai tukar rupiah sedikit terdepresiasi sebesar 0,75% secara point-to-point dibandingkan dengan level akhir Februari 2023. Namun secara year-to-date, nilai tukar rupiah pada waktu yang sama terus menguat 1,32% dari level akhir Desember 2022.
“Itu bahkan lebih baik dibandikan dengan Rupee India sebesar 0,16 persen, serta Ringgit Malaysia dan Baht Thailadn yang sebesar -1,80 persen dan -0,04 persen,” rincinya.
Pihaknya memprediksi stabilitas nilai tukar rupiah akan tetap terjaga sejalan dengan inflasi yang rendah, surplus transaksi berjalan, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, serta prospek pertumbuhan ekonomi domestik yang tinggi,” pungkasnya. (adm)